CERIA RAMADHAN V (TELAGA..)
Telaga Surga di kegersangan Jiwa
Ketika malam datang mencekam
Kulihat si alif kecil yg malang
Duduk tengadah ke langit yg kelam…
Meratapi nasib diri..
Kilat menyambar, hujanpun turun
Semakin basah, hatinya yang resah
Kapankah semua ini akan berakhir
Dijalanan penuh duri
……………
(Nasyid “ Alif Kecil” by Snada”)
Sepenggalan senandung ini mengingatkan saya kepada beribu adik-adik saya yang bertarung hidup di persimpangan jalan. Kota demi kota yang pernah aku singgahi, selalu menyajikan drama satu babak bercerita kehidupan anak-anak kecil yang menjadi penggelandang persimpangan jalan. Tidak saja dikota besar drama indah ini terpentaskan, bahkan disudut kota-kota kecilpun aku menjumpai, termasuk ditempat aku dilahirkan. Adilkah hidup ini ?. Pertanyan ini yg selalu muncul di hati. 4-5 tahun yang lalu, dalam perjalanan dari Bogor menuju Solo, aku melewati sebuah perempatan setelah keluar tol cawang. Saat itu aku lihat anak-anak kecil mengemis, berebutan meminta-minta pada pengemudi ataupun pengendara motor. Bahkan anak bayi dalam gendongan ibu-ibu juga menjadi tokoh dalam drama itu, Ada yang memberi bahkan ada yang melengoskan wajahnya. Tak terasa buliran air menetes dari sudut telaga jiwa, jiwa ini memberontak seketika, tapi apa daya tangan tak sampai.
Coba dengarkan suara mereka, suara-suara kering mengetuk nurani kita. Tidak sadarkah teman, suara-suara merekalah penunjuk jalan surga. Jalan untuk menemukan telaga surgawi. Telaga yang sejuk lagi jernih, telaga yang mematulkan kepolosan, keceriaan dan ungkapan syukur dari setiap uluran tangan kita. Hubungkan telaga surga mereka kedalam telaga surga kita dan biarkan airnya membasuh jiwa-jiwa kita yang gersang dan mengisi kekosongan jiwa kita. (baca selanjutnya...)
Ketika malam datang mencekam
Kulihat si alif kecil yg malang
Duduk tengadah ke langit yg kelam…
Meratapi nasib diri..
Kilat menyambar, hujanpun turun
Semakin basah, hatinya yang resah
Kapankah semua ini akan berakhir
Dijalanan penuh duri
……………
(Nasyid “ Alif Kecil” by Snada”)
Sepenggalan senandung ini mengingatkan saya kepada beribu adik-adik saya yang bertarung hidup di persimpangan jalan. Kota demi kota yang pernah aku singgahi, selalu menyajikan drama satu babak bercerita kehidupan anak-anak kecil yang menjadi penggelandang persimpangan jalan. Tidak saja dikota besar drama indah ini terpentaskan, bahkan disudut kota-kota kecilpun aku menjumpai, termasuk ditempat aku dilahirkan. Adilkah hidup ini ?. Pertanyan ini yg selalu muncul di hati. 4-5 tahun yang lalu, dalam perjalanan dari Bogor menuju Solo, aku melewati sebuah perempatan setelah keluar tol cawang. Saat itu aku lihat anak-anak kecil mengemis, berebutan meminta-minta pada pengemudi ataupun pengendara motor. Bahkan anak bayi dalam gendongan ibu-ibu juga menjadi tokoh dalam drama itu, Ada yang memberi bahkan ada yang melengoskan wajahnya. Tak terasa buliran air menetes dari sudut telaga jiwa, jiwa ini memberontak seketika, tapi apa daya tangan tak sampai.
Coba dengarkan suara mereka, suara-suara kering mengetuk nurani kita. Tidak sadarkah teman, suara-suara merekalah penunjuk jalan surga. Jalan untuk menemukan telaga surgawi. Telaga yang sejuk lagi jernih, telaga yang mematulkan kepolosan, keceriaan dan ungkapan syukur dari setiap uluran tangan kita. Hubungkan telaga surga mereka kedalam telaga surga kita dan biarkan airnya membasuh jiwa-jiwa kita yang gersang dan mengisi kekosongan jiwa kita. (baca selanjutnya...)